Koneksi antar Materi

Nasriyati TK AISYIYAH 08 CILACAP PPGP Kab. Cilacap Angkatan 1 2020/2021

Senin, 12 April 2021

Koneksi antar Materi - Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

        Guru, digugu dan ditiru. Artinya dipatuhi dan diteladani. Sebagaimana slogan yang sering kita dengar; In Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Slogan itu adalah tiga konsep pengajaran dari Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) seorang tokoh Pendidikan Nasional Indonesia. Sebagai guru yang dipatuhi dan diteladani, hendaknya kita juga meneladani pemikiran beliau. Guru yang setiap hari berinteraksi dengan murid mempunyai tugas berat nan mulia yaitu menjadi tuladha (contoh) bagi anak didiknya. Baik saat di depan kelas, dalam komunitas sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari pada keluarga dan lingkungan masyarakat. Bukankah kita pernah bahkan sering bertemu dengan murid kita di luar lingkungan sekolah ? Apa sebutan mereka pada kita ? Masih Pak atau Bu Guru bukan..? Padahal waktu itu kita sedang tidak mengajar mereka. Pernahkah terpikir oleh kita, bagaimana jika mereka mendapati kita sedang melakukan hal-hal yang tidak pantas ? Apa sebutan mereka pada kita ? Sungguh, apa dan bagaimana perilaku guru menjadi figur yang layak untuk dipatuhi dan diteladani adalah sebuah tanggung jawab besar yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan matang sebelum memutuskan untuk melakukan suatu hal. Apakah hal itu layak diteladani oleh anak didik kita ? ataukah sebaliknya ? Tak mudah dan tak ada kata sudah apalagi menyerah untuk terus berupaya menjadi teladan bagi anak didik dan lingkungan sekitar kita. 

        Kita adalah guru yang selalu digugu dan ditiru dimanapun kita berada. Bagaimana akhlak dan sikap kita akan menjadi teladan bagi anak didik, jika kita jauh dari perilaku mulia ? Bagaimana kita akan mengajarkan toleransi jika kita tidak menghargai perbedaan mereka ? Bagaimana kita mengajarkan gotong royong jika kita tidak mau bekerja sama ? Akankah anak didik kita tumbuh menjadi anak yang kreatif jika kita tidak menghargai hasil karya mereka yang berbeda dari yang kita contohkan ? Bisakah mereka menjadi pribadi yang kritis jika pendapatnya selalu kita mentahkan ? Dan apakah kelak mereka akan menjadi sosok – sosok yang mandiri jika kita tak memberi kesempatan untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapinya ? Kita adalah guru yang digugu dan ditiru, yang seharusnya beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, memiliki akhlak mulia yang layak diteladani, yang menghargai perbedaan anak didik kita sebagai perwujudan menghargai kebhinekaan global, semangat dalam menjalin kerjasama untuk menanamkan sikap gotong royong, dan memberikan peluang kepada anak didik kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang kreatif, kritis dan mandiri. 

         Kita tak harus mengontrol apalagi mendikte setiap perilaku anak didik kita. Dan kita juga tak harus mengakomodir semua perbedaan anak-anak didik kita. Kita tak akan mampu untuk itu. Alih-alih kita ingin menjadikan potensi anak didik kita maksimal, justru kita akan kewalahan. Kita bukanlah makhluk sempurna atau manusia super yang dapat melakukan semua itu. Yang dapat kita lakukan adalah memberikan sarana, media, komunitas dan kesempatan yang menantang untuk bertumbuhnya potensi mereka. Jika diibaratkan, kita adalah petani yang selain menyiapkan lahan subur, juga siap merawat dengan sepenuh hati, dari gangguan-gangguan luar yang mengerdilkan kodrat alam anak-anak didik kita. Kita adalah seorang coach yang menuntun dan mendampingi anak-anak didik kita dengan telaten agar bertumbuh sesuai kodrat zamannya. 

        Menuntun dan mendampingi anak-anak didik kita dengan telaten agar bertumbuh sesuai kodrat zamannya. Mudahkah hal itu dilakukan ? tentu tidak. Akan muncul masalah, hambatan, rintangan atau situasi dimana seorang guru merasa tertekan dan pesimis. Setelah berbagai cara dan upaya dilakukan, hasil yang didapat belum juga sesuai dengan harapan. Sekali lagi, tak ada kata sudah apalagi menyerah bagi seorang guru. Sebagai insan yang beriman, tentu kita akan mengembalikan semuanya kepada sang Pengatur Alam ini. Namun upaya dan ikhtiar kita juga harus optimal. Setelah komunikasi vertikal melalui doa-doa kita kepada Yang Maha Kuasa, ikhtiar komunikasi horizontal kita dengan rekan sejawat juga harus intens. Mintalah saran dan pendapat mereka tentang diri kita, tentang cara mengajar kita dalam kelas, dan tentang hal-hal lain yang menunjang kemajuan kita sebagai guru yang layak digugu dan ditiru. Komunikasi horizontal kita dengan anak didik juga harus lebih efektif. Tak perlu sungkan menanyakan kepada anak didik kita, apa kekurangan kita ? Apa saran mereka ? apa yang mereka harapkan dari kita untuk kita lakukan dalam pembelajaran yang menyenangkan ? Semua itu adalah hal-hal yang sangat berharga yang dapat kita jadikan pertimbangan untuk membuat sebuah keputusan. 

         Ibarat pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apa yang dilakukan oleh guru murid pun dapat melakukannya, bahkan “lebih” dari contoh yang dilihatnya. Sebagai seorang teladan kita dapat mengambil hikmah dari kasus-kasus pelanggaran moral atau etika yang terjadi di lingkungan kita atau yang viral di media sosial. Dalam penerapan disiplin misalnya, sudah saatnya kita menghindari kekerasan fisik maupun psikis yang mengakibatkan trauma pada anak didik. Disiplin tidak selalu identik dengan kekerasan. Bukankah saat ini kita juga masih teringat peristiwa-peristiwa masa lampau saat kita menjadi murid yang lalai terhadap sebuah aturan ? Apa pendapat kita sekarang dan apa yang akan kita lakukan terhadap kejadian yang sama seandainya ada anak didik kita yang melakukan hal seperti kita waktu itu ? Akankah kita melakukan hal yang sama dengan guru kita dahulu ?. Sampai saat ini kita juga masih terkenang dengan guru yang menghargai prestasi kita meski dengan pujian sederhana bukan ? Apa pendapat kita sekarang dan apa yang akan kita lakukan terhadap kejadian yang sama seandainya ada anak didik kita yang melakukan hal seperti kita waktu itu ? Akankah kita melakukan hal yang sama dengan guru kita dahulu ? Untuk hal yang menimbulkan trauma, sekaranglah saat yang tepat bagi kita merubahnya. Tak perlu kita membuat trauma yang sama pada anak didik kita. Untuk hal yang membuat anak didik kita merasa dihargai, kita bisa meningkatkannya lebih baik lagi, tentu sesuai dengan proporsi kita sebagai seorang guru yang layak digugu dan ditiru. 

        Teruslah menjadi guru yang layak digugu dan ditiru. Teruslah menjadi sosok yang diteladani dalam mengemban amanah kita selaku penuntun laku anak didik. Jadilah seseorang yang bertanggung jawab dan berani mengambil resiko atas setiap keputusan yang kita ambil serta setiap tindakan yang kita lakukan. Teman dapat saja memberikan saran, pendapat dan masukan pada kita. Namun sifatnya hanya sebagai bahan pertimbangan saja. Sejatinya kita lah yang menentukan dan kita juga yang memutuskan. Apa yang akan kita lakukan untuk mengatasi sebuah masalah. Maka jangan sampai kita menyalahkan orang lain, jika ada konsekuensi yang harus kita tanggung di kemudian hari. Menyalahkan orang lain hanya akan membuat suasana tidak nyaman dan lingkungan belajar yang tidak kondusif. Sebaliknya sikap bertanggung jawab dan berani mengambil resiko akan mendorong terciptanya lingkungan yang positif, kondusif aman dan nyaman bagi kita maupun anak didik kita. 

         Dalam setiap pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang layak disebut sebagai sosok teladan, sebenarnya dapat menggunakan empat paradigma yang dapat kita jadikan pijakan. Paradigma – paradigma tersebut adalah paradigma Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan paradigma Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) (“How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rusworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers). Kita bisa menganalisis kesulitan-kesulitan yang kita temui di lingkungan kita dengan paradigma tersebut. Paradigma mana yang paling sesuai setidaknya yang paling mendekati dengan situasi kesulitan kita. Meskipun kadang kita berada pada situasi yang memungkinkan mengandung beberapa paradigma sekaligus. Misalnya saat kita berbeda prinsip dengan guru  yang telah senior, mengenai pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan aturan EDS akreditasi dari BAN. Hal ini tentu menimbulkan dilema etika bagi kita. Bagaimana kita merasa sungkan terhadap guru  senior di satu sisi, tetapi kita juga harus menyesuaikan pembukuan keuangan lembaga kita dengan aturan EDS akreditasi BAN pada sisi yang lain. 

         Paradigma Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) dapat kita pilih sebagai solusi kasus di atas. Pertimbangannya anak didik adalah hal yang lebih penting daripada rasa sungkan kita kepada kesenioran seseorang. Tentu ini tidak mutlak. Bisa saja orang lain berbeda pendapat dengan kita mengenai kasus yang sama. Sejauh itu adalah untuk kepentingan anak didik di masa yang akan datang, maka sebenarnya hal itu bisa-bisa saja. Mengapa anak didik ? Karena untuk merekalah kita ada. Demi mereka lah kita berjuang keras mengerjakan semua administrasi yang sesuai standar EDS. Bagaimana lembaga kita akan mendapatkan status layak operasional dari BAN jika kita tidak memenuhi standarnya. Jika kita lembaga tidak layak operasional, bagaimana anak didik akan melanjutkan kegiatan pembelajarannya ? 

         Maka sebagai sosok guru yang digugu dan ditiru dalam meneladani pemikiran Ki Hajar Dewantara akan selalu mengarah dan mengutamakan kepentingan belajar bagi anak didiknya. Segala kesulitan yang timbul akan dihadapi dengan keutamaan nilai-nilai moral yang telah dimilikinya demi anak didik semata. Guru adalah petani yang menyediakan lahan subur bagi anak didiknya dalam mengoptimalkan kodrat alam yang dibawanya sejak lahir. Guru adalah seoarang coach yang menuntun anak didiknya menghadapi kodrat zaman yang berbeda dengan dirinya. Segala keputusan yang diambilnya sebagai pemimpin pembelajaran haruslah selalu mengarah pada jalan yang mencapai merdeka belajar bagi mereka.

4 komentar:

  1. Waah..keren vanget bu nasri..sudah menyelesaikan tuhas koneksi antar nateri..good job

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih...Baru belajar Mbak ..... saya yakin njenengan lebih bagus dari yang saya buat...

      Hapus
  2. Subhanallah bu nasriyati sungguh tulisan yang sangat bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih ..tapi baru belajar..mohon sarannya nggih mbak..

      Hapus